Dari Redaksi:
Pada abad ke-16 diketahui telah ada hutan jati yang dikelola dengan baik di sekitar Bojonegoro Jawa Timur untuk kepentingan pembuatan bangunan, benteng dan kapal-kapal. Sejarah mencatat bahwa sebelum VOC datang ke Jawa telah ada semacam jabatan yang disebut juru wana atau juru pengalasan, dan para bupati telah memberikan upeti kepada raja-raja dalam bentuk glondhong pengareng-areng. Selanjutnya sistem pengelolaan hutan diadaptasi dengan konsep pengelolaan yang ada di Eropa, meliputi 4 tahapan yaitu penentuan daur, penjarangan, tebangan, dan pemasaran hasil, meskipun beberapa hal merupakan kebaharuan. Pihak Belanda banyak diuntungkan dengan penjualan komoditas kayu jati yang tinggi permintaan pasarnya. Namun komersialisasi hutan waktu itu bertolak belakang dengan konsep yang berlaku di masyarakat yaitu sakcukupe, penggunaan kayu jati secukupnya untuk pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat.