Yayasan Sarana Wana Jaya

Upaya Komersialisasi Bambu Indonesia

Dari Redaksi

Terdapat sekitar 1.642 jenis bambu di dunia, dengan luas lahan 2,2 juta Ha tersebar di Asia, Amerika Latin, dan Afrika. China memiliki jenis bambu paling banyak yaitu 837 jenis, sedangkan Indonesia memiliki 162 jenis bambu dimana 124 diantaranya merupakan spesies asli Indonesia. Di Sumatera ada 75 spesies, Jawa 59 spesies, Kalimantan 23 spesies, Bali dan Nusa Tenggara 53 spesies, Sulawesi 25 spesies, Maluku 14 spesies, Papua 32 spesies (Kemenko Bidang Perekonomian, 2021).  Ada sekitar 11 jenis bambu Indonesia yang umum dipakai sebagai bahan baku, dan 4 jenis diantaranya paling banyak dipakai, yaitu bambu petung, bambu ater, bambu ampel, dan bambu tali.

Bambu dapat dibudidayakan dengan berbagai metode, termasuk penanaman dengan stek batang, stek cabang, atau bahkan kultur jaringan. Budidaya bambu di Indonesia melibatkan beberapa tahapan penting, mulai dari (1) memilih jenis bambu, (2) mempersiapkan lahan, (3) mempersiapkan bibit, (4) penanaman, (5) pemeliharaan, dan (6) pemanenan. Pada tahun 2021 diperkirakan terdapat 25.000 Ha tanaman bambu yang telah dikelola dalam bentuk hutan/kebun bambu (Kemenko Bidang Perekonomian, 2021), sementara itu sisanya tumbuh secara sporadis.

Produsen produk berbasis bambu di Indonesia masih didominasi oleh IKM, dan terdapat 70 perusahaan industri berbasis bambu yang terdaftar pada SIINAS Kemenperin. Jenis2 produk dari industri berbasis bambu di Indonesia:

 

Upaya Komersialisasi Bambu Indonesia

Potensi pemanfaatan bambu di Indonesia meliputi pemanfaatan secara tradisional, untuk kehidupan se hari2, pangan dan obat, produk komersial, energi, dan layanan ekosistem (Kemenperin, 2025).

Tumbuhan bambu mudah dikembangkan dan mempunyai daur hidup yang relatif cepat dengan waktu panen hanya 3 – 4 tahun dan bisa dipanen secara berkelanjutan sehingga menjadi bahan baku yang berharga bagi industri. Pohon Industri Bambu Indonesia sbb (Kemenperin, 2025).

Bambu telah muncul sebagai alternatif penting untuk menggantikan kayu dalam industri manufaktur sebab Indonesia sudah harus mulai beralih dari kayu ke bambu. Bambu memiliki keunggulan karena mudah dikembangkan dibanding kayu, elastisitasnya tinggi, mudah dibentuk dan harganya relatif murah dibanding kayu. Karenanya perlu didorong pengembangan perkebunan bambu dan industri bambu yang disinergikan dengan program kementerian atau lembaga lainnya untuk membentuk satu sistem agribisnis bambu berbasis kerakyatan yang terintegrasi dari hulu sampai hilir.

Strategi Pengembangan Industri Berbasis Bambu (Kemenperin, 2025)

Belajar dari China (Marc Peeters, 2025) : luas lahan bambu di China ada 6,5 juta Ha, nilai total industri bambu nasional 74,2 milliar USD, menyerap tenaga kerja 10 juta orang pekerja (2021). Nilai ekspor tahun 2023 sebesar 40 milliar USD dengan produk ekspor utama papan komposit, kertas dan pulp, tekstil dan energi (arang dan pellet). Kunci keberhasilan China adalah (1) NFPP: larangan logging substitusi dengan bambu, (2)  Action Plan: dorong R&D, bambu sebagai pengganti plastik produk baru yang mewah, (3) agroforestry regeneratif: panen setiap tahun tanpa replanting, (4) Sentralisasi dan clusterisasi zona industri bambu di provinsi kunci, (5) Pasar carbon credit untuk bambu.

Potensi Indonesia (Marc Peeters, 2025) : (1) Luas lahan bambu Indonesia 2,1 juta Ha namun tersebar dengan skala kecil dan tidak terkonsentrasi, sementara itu industry ekspor membutuhkan suplai yang terencana, terpusat dan konsisten, (2) Ketiadaan industry hilir, padahal nilai yang terbesar bukan dari penjualan batang bambu tetapi dari produk olahan barang setengah jadi atau barang jadi, (3) Indoneisa kaya akan spasies bambu merumpun yang lebih mudah dikendalikan dan cocok untuk dikembangkan dalam perkebunan skala besar, dan potensial dengan teknik agroforestry. Karena Indonesia memiliki lahan, spesies unggul, tenaga kerja, namun belum menjadi satu system industru yang terintegrasi. Untuk itu kuncinya adalah Regulasi – Skala – Hilirisasi.

Solusi strategis untuk industrialisasi bambu di Indonesia (Marc Peeters, 2025)

Bibit bambu kultur jaringan telah sukses menjadi komoditas komersial yang dipasarkan di pasar domestik dan ekspor. Beberapa contoh perkebunan bambu yang dibangun dengan bibit bambu kultur jaringan yang dipasok oleh PT. Bambu Nusa Verde (PT. BNV) Yogyakarta.

  1. Perkebunan Bambu PT Hutan Ketapang Industri
  2. Perkebunan Bambu PT Sampoerna Agro Jasingan Jawa Barat
  3. Perkebunan Bambu Reklamasi Eks Tambang PT Kaltim Prima Coal
  4. Perkebunan Bambu Reklamasi Eks Tambang Bukit Asam Tanjung Enim Sumatera Selatan
  5. Perkebunan Bambu Reklamasi Eks Tambang PT Amman Mineral Nusa Tenggara Sumbawa Barat
  6. Rehabilitasi Lahan oleh Yayasan Lingkungan Asri Bersemi Bali
  7. Perkebunan Bambu Skala Besar LIsoka Estate di Swiss

Tanaman bambu merupakan penyembuh lahan, mampu tumbuh di lahan kritis serta memperbaiki kondisi tanah. Jaringan rimpangnya mampu menstabilkan tanah sehingga mencegah erosi dan longsor. T anaman bambu juga sebagai penyimpan air, satu rumpun bambu sehat yang terdiri dari 36 lonjor, mampu menyimpan hingga 3.600 liter air, setara dengan 189 galon pada setiap musim hujan. Bambu sebagai penyerap karbon, 36 lonjor bambu sehat mampu menyerap dan menyimpan karbon hingga 3,33 ton CO2 eq. Sehingga sangat penting dalam menjaga kualitas udara dan mitigasi perubahan iklim. Selain itu bambu sebagai energi baru terbarukan, dimana arang bambu, bioetanol, dan energi biomassa berbasis bambu memiliki potensi untuk menjadi sumber energi berkelanjutan.

Exit mobile version