SVLK meningkatkan tata kelola hutan dan daya saing produk kehutanan
SVLK improves forest governance and competitiveness of forest products
Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) berfungsi untuk memastikan produk kayu dan bahan bakunya diperoleh atau berasal dari sumber yang asal usulnya dan pengelolaannya memenuhi aspek legalitas. Pemerintah RI menerapkan SVLK untuk memastikan agar semua produk kayu yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia memiliki status legalitas yang meyakinkan. Dengan SVLK, konsumen di luar negeri pun tidak perlu lagi meragukan legalitas kayu yang berasal dari Indonesia. Dengan SVLK, para petani dari hutan rakyat dan masyarakat adat dapat menaikkan posisi tawar serta tidak perlu risau hasil kayunya diragukan keabsahannya ketika mengangkut kayu untuk dijual.
SVLK memiliki prinsip-prinsip perbaikan tata kelola yang lebih baik (good governance), keterwakilan para pihak dalam pengembangan sistem dan pemantauan (representativeness) serta transparansi (transparent), yaitu sistem terbuka untuk diawasi oleh semua pihak. SVLK merupakan upaya soft approach yaitu perbaikan tata kelola pemerintahan atas maraknya penebangan dan perdagangan kayu ilegal. SVLK juga dikembangkan ditengah tren dunia dalam perdagangan kayu legal. Pemerintah USA memberlakukan Lacey Act, di Uni Eropa dengan Timber Regulation, di Australia dengan Illegal Logging Prohibition Act. Dan di Jepang dengan Green Konyuho (GoHo Wood).
Namun demikian, realitanya di lapangan ternyata terdapat pro dan kontra terhadap kebijakan mandatori SVLK tersebut, sehingga sempat diterbitkan Permendag No. 15 Tahun 2020 yang menetapkan bahwa dokumen V-Legal bukanlah dokumen yang wajib disertakan sebagai dokumen ekspor.
Dengan terbitnya Permendag No. 45 Tahun 2020 (efektif pada 11 Mei 2020) yang membatalkan berlakunya Permendag No. 15 Tahun 2020, maka ekspor produk perkayuan kembali wajib menggunakan dokumen sertifikat legalitas kayu (S-LK/V-Legal) yang diterbitkan melalui SVLK.
Selengkapnya klik link berikut.