Kebijakan biodiesel dimulai tahun 2006, sejak tahun 2009 penggunaan biodiesel sangat ditentukan oleh selisih harga antara biodiesel dan solar. Ketika harga minyak bumi (solar) turun drastis pada tahun 2014, program mandatori biodiesel berhenti pada bulan Maret 2015 sebab gap antara harga biodiesel (B10) dan solar sangat tinggi sehingga menyebabkan disinsentif penggunaan biodiesel. Namun sejak kebijakan mandatori dikombinasikan dengan insentif Dana Sawit (2015), capaian realisasi mandatori meningkat sesuai target pemerintah. Program biodiesel 2016-2021 berhasil menjadi program biodiesel dengan mandat terbesar di dunia (9,2 juta KL tahun 2021), mulai 1 Januari 2020 minimal pencampuran ditingkatkan dari B10 menjadi B30 sehingga mencapai tingkat blending tertinggi (30%).
Strategi percepatan energi baru dan terbarukan (EBT) salah satunya ditempuh dengan substitusi energi primer/final, namun tetap menggunakan teknologi eksisting, dengan implementasi (1) B30-B50, (2) co-firing, dan (3) pemanfaatan RDF (Refuse Derived Fuel). Pengembangan biodiesel untuk mengurangi penggunaan solar saat ini telah mencapai B30, sedangkan co-firing biomassa untuk mengurangi penggunaan batubara secara bertahap belum sepenuhnya tercapai. Insentif apa yang perlu diberikan agar bauran EBT yang berasal dari biomassa hasil hutan dapat mencapai target yang ditetapkan