Target capaian pembangunan sektor kehutanan dalam RKTN 2011-2030 adalah pembangunan kehutanan berkelanjutan (sustainable forest development) yang  berlandaskan pada sinergitas basis ekologi, basis ekonomi, dan basis sosial (Permenhut P. 49/Menhut-II/2011). Pembangunan berkelanjutan memang telah menjadi komitmen global yang digaungkan dalam SDGs (Sustainable Development Goal) sejak tahun 2016 agar negara-negara di dunia  mampu mewujudkan tujuan pembangunan yaitu pengentasan kemiskinan, mengeliminir kelaparan, kehidupan sehat dan sejahtera, pendidikan berkualitas, pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi, energi bersih dan terjangkau, berkurangnya kesenjangan, penanganan perubahan iklim, ekosistem lautan dan ekosistem daratan.

Luas kawasan hutan dan perairan seluruh Indonesia adalah 130,68 juta Ha (diatas 60 % luas daratan Indonesia) menjadi bagian dari ekosistem daratan dan ekosistem lautan. Manfaat hutan merupakan habitat bagi flora dan fauna, mendukung ketahanan pangan, energi dan air, hutan berfungsi vital dalam perlindungan daerah aliran sungai (DAS), mencegah bencana banjir, erosi, dan tanah longsor serta memitigasi perubahan iklim. Peran hutan dalam siklus ekologi global dipandang sebagai milik bersama global yang serupa dengan atmosfer dan lautan.

Dalam hampir satu dasawarsa terakhir, telah dilakukan penggabungan antara urusan lingkungan hidup dan kehutanan dalam satu kementerian. Kelemahan institusional yang dirasakan dengan penggabungan tersebut yaitu : (i). kurangnya independensi kementerian (KLHK) dalam melaksanakan fungsi pengawasan dan dalam pemberian sanksi yang tegas kepada para pelaku kerusakan hutan dan lingkungan; (ii). terjadinya potensi konflik kepentingan dalam penerbitan dokumen AMDAL dan penerbitan izin dibidang kehutanan yang ditetapkan oleh satu kementerian. (iii). lingkungan hidup yang cakupannya lintas sektor seharusnya terpisah dari sektor kehutanan agar bersifat independen, transparan dan akuntabel.

Sejauhmana kinerja pembangunan kehutanan 2025-2029 akan sukses sekaligus mampu mengatasi masalah deforestasi  dan degradasi hutan secara signifikan, maka tantangan yang dihadapi adalah : (1). bagaimana tata kelola kelembagaan dan birokrasi kehutanan yang efisien dan efektif; (2). bagaimana kebutuhan dan sistem rekruitmen SDM yang profesional; (3). bagaimana sistem insentif dan disinsentif dalam kebijakan pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan; (4). bagaimana penguatan dan transformasi digital Forestry 4.0 dan 5.0; (5). seperti apa kelanjutan kebijakan moratorium penundaan izin atau konsesi penggunaan hutan primer; (6). sejauh mana UMKM dan Koperasi akan diberikan akses dan kewenangan dalam pemanfaatan dan penggunaan hutan; (7). bagaimana peran BUMN/BUMS/BUMD dan KPH (kesatuan pengelolaan hutan) dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan;  dan (8). bagaimana implementasi multi usaha kehutanan dan hilirisasi industri primer dalam pengolahan kayu dan hasil hutan non kayu. Oleh karena itu diperlukan konsep pembangunan kehutanan yang ideal dan berkelanjutan.

Mengamati target Pencapaian Jalan SDGs Indonesia tahun 2030 menuju Indonesia Emas 2045, khususnya dalam pembangunan kehutanan 2025-2029 memerlukan transformasi kebijakan dan strategi yang tepat. 

Materi webinar “Pembangunan Kehutanan 2025-2029 Sebagai Pilar Pembangunan Nasional Menuju Indonesia Emas 2045” dapat diunduh melalui link berikut:

Webinar: Pembangunan Kehutanan 2025-2029 Sebagai Pilar Pembangunan Nasional Menuju Indonesia Emas 2045

Post navigation


Leave a Reply