“Sedikit, tapi nyata”. Prinsip itu rupanya yang dipegang Dr. Nyoto Santoso, MS. Tidak heran jika Kepala Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University ini juga memuji konsistensi yang diperlihatkan Yayasan Sarana Wana Jaya (SWJ) dalam kegiatan penanaman pohon.
Ya, dalam rangka Hari Menanam Indonesia dan Bulan Menanam Tahun 2024, Yayasan Sarana Wana Jaya kembali menggelar aksi menanam pohon di Bogor, Kamis (21/11/2024). Kali ini, lokasi penanaman dilakukan di Taman Hutan Kampus, IPB University yang luasnya sekitar 18 hektare (ha). Penanaman dilakukan di areal yang masih kosong — sekitar 2,4 ha — dari Taman Hutan tersebut.
Aksi penanaman kali ini juga dibantu oleh Balai Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan (BPDAS RH) Citarum-Ciliwung, Kementerian Kehutanan. Mereka memberikan ratusan bibit pohon kayu multiguna (multi purpose tree species/MPTS). Sementara puluhan siswa-siswi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kehutanan Bhakti Rimba, Bogor juga ikut aktif meramaikan acara penanaman pohon ini.
“Meski wujud kegiatan ini menanam, tapi sebetulnya ini kegiatan lebih ke silaturahim,” ujar Ketua Umum Yayasan SWJ, Dr. Ir. Iman Santoso, M.Sc saat memberikan kata sambutannya. Silaturahim atau menyambung tali persaudaraan itu memang pantas dikemukakan mantan pejabat eselon I Kementerian Kehutanan ini. Pasalnya, kegiatan di IPB University seperti “pulang kandang” ke almamaternya.
Iman berseloroh bahwa dirinya agak tersinggung karena kegiatan menanam Yayasan SWJ di Taman Hutan Kampus kalah cepat dan didahului oleh organisasi kemahasiswaan Daya Mahasiswa Sunda (Damas). “Kenapa tiba-tiba Damas yang duluan nanam, bukan Yayasan Sarana Wana Jaya yang jelas-jelas menggunakan kata wana (hutan),” selorohnya disambut gelak tawa.
Terkait kegiatan ini, dia berterima kasih karena Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University sudah mau memberi jalan bagi Yayasan untuk berbuat baik, yakni menanam pohon. “Alhamdulillah hari ini cerah setelah semalam sebelumnya hujan. Jadi, kalau kita menanam hari ini, insya Allah akan berhasil,” katanya.
Lebih Cepat dari Jadwal
Dalam kesempatan itu, Nyoto mengungkapkan bahwa kegiatan menanam bersama Yayasan SWJ kali ini memang tidak pas pada tanggal 28 November sebagai Hari Menanam. Sesuai dengan Keppres No. 24 Tahun 2008 tentang Hari Menanam Pohon Indonesia memang ditetapkan bahwa “Tanggal 28 November ditetapkan sebagai Hari Menanam Pohon Indonesia”, dan tanggal itu merupakan awal dimulainya penanaman pohon serentak di seluruh Indonesia.
“Kegiatan penanaman ini dilakukan tanggal 21 November karena saya yang mohon ke Pak Iman Santoso agar penanaman dilakukan lebih awal, tidak tanggal 28 November. Ini semata karena awal November bersamaan dengan peringatan ulang tahun Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fahutanling IPB University,” ungkapnya.
Menurut Ir. Masyhud, MM selaku Sekretaris Yayasan SWJ, kegiatan penanaman dilakukan di lahan seluas 2-4 ha dengan jumlah bibit yang ditanam sekitar 400 bibit.
“Yang sudah ditanam 200 bibit, dan ini seremonialnya saja dan akan dilanjutkan dengan penanaman sekitar 200 bibit lagi. Bibit yang kita tanam meliputi bibit jenis MPTS (tanaman kekayuan bersifat multiguna), seperti jengkol, pete, alpukat, mangga, lengkeng, nangka dan sebagainya,” papar Masyhud.
Kegiatan penanaman juga diatur secara kluster, seperti kluster mangga, aplukat, matoa dan seterusnya. “Diharapkan dalam 2-3 tahun kluster-kluster ini sudah jadi tanaman yang bisa kita banggakan bagi pihak-pihak yang melewati lokasi ini.”
Sejarah Taman Hutan Kampus
Dalam kesempatan itu, mantan Dekan Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University, Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc F.Trop, menceritakan asal mula terbentuknya Taman Hutan Kampus IPB. Menurut dia, saat baru menjabat jadi Dekan, dirinya dapat laporan bahwa ada lahan terbengkalai di dalam kampus.
“Kaget juga saya, kok di kampus ada lahan terbengkalai? Saya diperlihatkan petanya. Dari sini saya lalu mengumpulkan semua ketua departemen di fakultas kehutanan dan yang antusias ternyata departemen konservasi,” paparnya.
Rinekso menjelaskan mengapa lokasi itu diberi nama Arboretum Taman Hutan, bukan arboretum. “Kalau sekadar arboretum, maka sifatnya hanya koleksi. Dan kalau koleksi, maka dia tidak boleh ditata. Nah, karena judulnya ada kata ‘Taman’ , maka dia harus ditata,” ujarnya.
Nyoto membenarkan bahwa berdasarkan SK Rektor IPB Tahun 1990, namanya memang bukan sekadar arboretum. Tapi Arboretum Taman Hutan Kampus. “Dalam SK itu juga tidak diterjemahkan apa definisinya,” ujarnya.
Secara khusus Rinekso berterima kasih kepada Yayasan SWJ dan para rimbawan seniornya atas contoh nyata yang diberikan, yakni menanam. Karena menanam pada hakikatnya adalah menciptakan kehidupan baru. Dari satu pohon yang ditanam akan mengundang datang berbagai spesies lainnya, mulai dari serangga (insekta), mamalia kecil dan sebagainya. Itulah ruang kehidupan baru. “Mudah-mudahan ini menjadi agenda rutin, kalau bisa setahun dua kali,” harapnya.
Gerakan Nasional Menanam
Sementara itu, Ketua Pusat Pengkajian Strategis Kehutanan (Puskashut) Yayasan SWJ, Dr. Ir. Harry Santoso, IPU memanfaatkan acara ini untuk menyampaikan kegelisahannya atas kondisi penanaman yang terjadi dalam 10 tahun terakhir. Dia berharap para rimbawan dan akademisi IPB ikut menyuarakan soal gerakan menanam pohon yang pernah dilakukan pemerintah SBY.
“Mari kita hidupkan kembali menanam massal pohon sebagai gerakan nasional. Apalagi Keppres-nya (Keppres No.24/2008) sampai sekarang masih ada, belum dicabut,” papar Harry.
Harry menilai pemerintah sudah punya kebun benih/bibit yang luas dan modern sehingga bisa menghasilkan bibit yang berkualitas dan melimpah. Di era lalu, tutur Harry, Kementerian Kehutanan sudah membangun 21 unit persemaian permanen dengan nilai Rp. 2 milir hingga Rp2,5 miliar/unit. Lalu, persemaian modern terus dibangun sampai kini menjadi 57 unit.
Persoalannya, bibit melimpah tapi tidak ada gerakan massal bersifat nasional untuk menanam lagi. Menurutnya, pemerintahan Presiden Jokowi tidak mereplikasi gerakan nasional menanam pohon yang pernah dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL\GERHAN) dan Gerakan Menanam SeMiliar pohon.
“Kan sayang sekali bibit melimpah tapi tidak dibarengi gerakan nasional untuk menanam. Saya juga sudah pernah bilang ke Dirjen PDAS RH, Kemenhut bahwa kebun benih di Persemaian Modern Rumpin besar dan luas. Bibitnya buat apa kalau tidak diikuti dengan gerakan nasional menanam pohon. Kita jangan hanya bangga dengan pembuatan bibit, tapi banggalah dengan menanam dan memelihara pohon,” papar Harry.
Dia berharap penanaman massal pohon sebagai gerakan nasional dihidupkan kembali oleh pemerintah Presiden Prabowo. Pasalnya, Keppres No:24 Th. 2008 masih ada. “Mudah-mudahan Presiden Prabowo menggulirkan lagi gerakan menanam nasional. Harus gerakan massal. Apa yang kita lakukan hari ini adalah embrio menuju ke sana,” pungkasnya.
Ya, embrio ini yang disebut Dekan Fakultas Kehutanan IPB University, Dr. Ir. Naresworo Nugroho, MS akan menjadi tradisi menanam. Persis seperti pantunnya:
Pergi ke Taman Hutan Kampus, penuh harapan
Pasti tercipta cerita abadi
Yayasan Sarana Wana Jaya siap berperan
Menanam pohon jadi tradisi