Paradigma pemanfaatan hutan hanya sebagai penghasil kayu telah berubah guna memaksimalkan manfaat sumber daya hutan agar memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif yang tinggi dengan menerapkan Multiusaha Kehutanan (MUK), terutama pola Agroforestry.
Penerapan pola Agroforestry yang memadukan penanaman tanaman kayu /hutan dengan jenis tanaman pertanian/perkebunan dalam satu unit lahan yang sama, merupakan alternatif terbaik dalam meningkatkan produktivitas hutan dan keuntungan bisnis.
Pengembangan Agroforestry yang telah dilakukan oleh Kementerian Kehutanan dan Perkebunan tahun 1999 pada kawasan hutan produksi adalah Hutan Tanaman Campuran (HTC) yang ditetapkan dengan KepMenhutbun No. 614/Kpts-II/1999 tentang Pedoman Pembangunan Hutan Tanaman Campuran.
Pengembangan Agroforestry di kawasan hutan produksi sangat dimungkinkan untuk diterapkan di kawasan hutan produksi melalui Perijinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) pada areal yang dibebani ijin usaha pemanfaatan hutan alam/tanaman. Dalam hal ini dengan melakukan penyesuaian RKU dan RKT ijin usaha yang bersangkutan.
Manfaat Agroforestry yang penting adalah dapat meningkatkan produktivitas hutan, mencegah hama dan penyakit tanaman, mengurangi resiko kegagalan usaha tanaman hutan, mewujudkan peluang manfaat usaha yang lebih menguntungkan, serta memberikan hasil antara yang memadai dari tanaman semusim, setahun, dan tahunan (perkebunan dan hortikultura).
Selengkapnya klik link berikut