Masyarakat yang hidup di dalam dan sekitar hutan pada umumnya secara geografis terisolasi atau jauh dari fasilitas umum seperti sekolahan, pelayanan kesehatan, air bersih penerangan, dan lainlain, serta pusat kegiatan ekonomi seperti sarana transportasi, pasar, perbankan, dan lain-lain. Karenanya mereka termasuk golongan kurang mampu atau miskin, kurang berdaya, tingkat pendidikan relatif rendah, dan menghadapi persoalan kesehatan yang serius. Meningkatnya perhatian terhadap pembangunan kehutanan secara umum membuka banyak peluang sekaligus ancaman bagi mereka. Namun mereka biasanya memiliki kecerdasan, komitmen, perhatian, dan kemampuan manusia pada umumnya. Mereka memahami budaya, tujuan, dan minat mereka sendiri secara lebih baik dari yang lain. Terkait hal tersebut, pendekatan Pengelolaan Bersama yang Adaptif merupakan wahana untuk berjuang mengenali, membangun, dan menguatkan kapasitas masyarakat lokal dalam menghadapi tantangan dari lingkungan yang berubah-ubah.