Industri kehutanan Indonesia telah lama mengalami kondisi terpuruk
(sunset industry). Hal ini utamanya karena belum terbangunnya ekosistem
manufaktur industri kehutanan yang utuh dari hulu hingga hilir termasuk
belum terwujudnya rantai pasokan (supply chains) dan rantai nilai (value
chains) yang terintegrasi, efisien, efektif dan berkelanjutan.
Upaya revitalisasi dan hilirisasi industri kehutanan menghadapi berbagai
permasalahan antara lain kurangnya pasokan bahan baku kayu yang hanya
sekitar 6 juta m3/tahun (2021) sehingga berimplikasi pada rendahnya
produksi kayu olahan. Keterbatasan pasokan bahan baku kayu diantaranya
karena deforestasi, menurunnya potensi serta semakin mahalnya biaya
produksi dan transportasi. Banyak perusahaan pengolahan kayu yang
menutup usahanya karena kesulitan mendapatkan pasokan bahan baku
kayu, bahkan beberapa industri mengimpor dari negara lain dan/atau
memanfaatkan bahan baku hutan rakyat dari P.Jawa. Selain itu juga
masalah keterbatasan penggunaan teknologi, peralatan dan mesin dalam
pengolahan kayu serta minimnya pemanfaatan limbah tebangan dan industri
juga menyebabkan inefisiensi industri kehutanan.
Industri kayu olahan juga menghadapi masalah kepercayaan pasar
internasional terkait sertifikasi ekolabel pasca pengetatan persyaratan ramah
lingkungan untuk memenuhi permintaan pasar global.
Menyikapi keterbatasan bahan baku kayu bulat dari hutan alam, pemerintah
mengembangkan program multiusaha kehutanan serta mendorong kinerja
perhutanan sosial, hutan tanaman industri, hutan tanaman rakyat (HTR)
dan hutan rakyat, yang diharapkan mampu berkontribusi menstimulir
revitalisasi, restrukturisasi dan hilirisasi industri kehutanan.
Lebih jauh selain mendorong hilirisasi hasil hutan kayu (HHK) juga hilirisasi
hasil hutan bukan kayu (HHBK) terutama rotan, bambu, gondorukem,
minyak kayu putih, gaharu, tanaman obat-obatan, sarang burung walet,
lebah madu dan porang. Potensi bahan baku HHBK sangat besar, namun
perlu didukung inovasi teknologi budidaya dan teknologi pengolahan yang
lebih maju agar berdaya saing dan menghasilkan nilai tambah yang tinggi.
Untuk itu diperlukan keseriusan dalam membangun ekosistem industri
kehutanan dari hulu hingga hilir yang tangguh, terintegrasi, inklusif dan
berbasis rantai pasokan sirkular dan rantai nilai agar mampu meningkatkan
efisiensi sumber daya, mengurangi emisi karbon, menyerap tenaga kerja
masif serta mewujudkan nilai tambah dan efek pengganda yang tinggi bagi
kepentingan pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha, UMKM dan
koperasi serta masyarakat luas.
Guna membahas isu tersebut diatas lebih mendalam, Pusat Pengkajian
Strategis Kehutanan (PUSKASHUT), Yayasan Sarana Wana Jaya (YSWJ)
menyelenggarakan Webinar dengan topik “Revitalisasi dan Hilirisasi
Industri Kehutanan Guna Meningkatkan Daya Saing, Kesempatan Kerja
dan Nilai Tambah yang Tinggi”