DARI REDAKSI
Indonesia memiliki 59 jenis satwa primata dan sekitar 60% atau 35 jenis satwa primata yang ada bersifat endemik atau hanya ditemukan di Indonesia (Supriatna dan Rizki 2016). Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) adalah salah satu primata yang ditemukan pada hutan-hutan pesisir (mangrove, hutan pantai), hutan-hutan sepanjang sungai besar; di dekat perkampungan, kebun campuran, atau perkebunan, serta pada beberapa tempat hingga ketinggian 1.300 mdpl. Monyet ekor panjang umumnya hidup secara berkelompok dengan jumlah individu dalam satu kelompok sekitar 20–50 ekor dan selalu berpindah-pindah mengikuti ketersediaan pakan. Kadang-kadang kelompok monyet ini memakan tanaman di kebun petani sehingga dianggap sebagai hama tanaman petani yang menyebabkan timbulnya konflik dan perburuan liar. Banyak laporan mengenai kondisi monyet ekor panjang yang dipelihara secara tidak layak, dirantai, atau dikurung dalam kandang yang sempit. Sebagai contoh, berkembangnya wisata pantai, wisata susur sungai dan wisata2 alam lainnya di Gunungkidul menyebabkan monyet ekor panjang berpindah ke lahan petani atau pemukiman penduduk untuk mencari pangan karena tidak tersedia lagi hutan yang menyediakan pangan bagi mereka.
Sejak Maret 2022, monyet ekor panjang masuk dalam kategori hewan yang “endangered” atau terancam punah karena bencana maupun ulah manusia, seperti illegal logging, perburuan, alih fungsi lahan untuk pemukiman maupun agrikultur, dan lain sebagainya. Konflik antara manusia dan monyet menjadi topik penelitian yang popular di seluruh dunia. Monyet ekor panjang di Indonesia belum sepenuhnya dilindungi secara hukum, tetapi statusnya termasuk dalam Appendix II CITES (Konvensi Perdagangan Internasional Tumbuhan dan Satwa Liar Terancam Punah) . Populasinya mungkin terancam bila perdagangan terus berlanjut tanpa regulasi yang baik. Meskipun belum masuk kategori terancam punah, ada indikasi penurunan populasi monyet ekor panjang di alam, terutama karena perburuan dan hilangnya habitat. Maka dari itu, banyak penelitian yang mengatakan bahwa hubungan antara manusia dan monyet kurang harmonis.
Monyet ekor panjang adalah hewan omnivora, yang memakan berbagai jenis makanan baik tumbuhan maupun hewan. Makanan alami mereka meliputi buah-buahan, daun-daunan muda, biji-bijian, kacang-kacangan, bunga, sayuran, dan serangga. Selain itu, mereka juga sering terlihat memakan makanan yang diberikan oleh manusia, seperti nasi, mie, martabak, roti, dan makanan olahan lainnya.
Tanaman Penghasil Pangan untuk Primata: Solusi untuk Konservasi Satwa
Hasil penelitian di kawasan Youth Camp Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman Lampung tahun 2012, menggunakan metode observasi, menunjukkan bahwa terdapat 10 jenis tumbuhan yang menjadi sumber pakan monyet ekor panjang, yaitu dahu (Dracontomelon dao Merr. Et Rolfe.), hampelas (Ficus tinctoria), bayur (Pterospermun javanicum), waluhan (Cucurbitaceae), waru (Hibicus tiliaceus), keranji (Dalium plattysepalum), bambu (Bambusa sp.), matoa (Pometia pinnata J. R. & G.Forst.), nangka (Arthocarpus integra), dan melinjo (Gnetum gnemon). Bagian pohon yang dimakan adalah buah, daun, bunga.
Monyet ekor panjang ditemukan di Perbukitan Kebasen, Banyumas yang merupakan habitat alami dan menjadi sumber pakan. Tumbuhan yang dimanfaatkan monyet ekor panjang sebagai pakan sebanyak 15 spesies dari 12 familia. Tumbuhan tersebut meliputi sirsak (Annona muricata), pulai (Alstonia scholaris), pinang (Areca catechu), berenuk (Crescentia cujete), ketapang (Terminalia catappa), keruing (Dipterocarpus verrucosus), ajan kelicung (Dyospyros macrophylla), angsana (Pterocarpus indicus), saga (Adenanthera pavonina), melinjo (Gnetum gnemon), waru (Hibiscus tiliaceus), ilat-ilatan (Ficus callosa), beringin (Ficus benjamina), keming (Ficus microcarpa), dan kelat jambu (Syzygium 5grande). Bagian-bagian yang dimakan meliputi daun, daun muda, dan buah.
Kelompok monyet ekor panjang di Resort PTN Tapos TN Gunung Gede Pangrango, di Blok Hutan Pasir Beunyeng lebih memilih jenis pakan daun Calliandra sp. sebesar 76,92%, sedangkan monyet ekor panjang di Blok Hutan Pasir Koja lebih memilih jenis pakan daun Bambusa sp. sebesar 39,29%. Sumber pakan monyet ekor panjang di habitatnya terus berkurang disebabkan peralihan fungsi lahan sehingga pergerakan monyet ekor panjang cenderung memasuki perkebunan penduduk sekitar.
Pada awalnya pengelolaan hutan difokuskan sebagai penghasil kayu yang bernilai ekonomi tinggi. Dengan semakin banyaknya masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar hutan maka pengelolaan hutan diadaptasikan dengan cara membangun hutan tanaman campuran dengan tanaman pangan manusia seperti padi, jagung, kedelai dll. atau agroforestry sebagai solusi konflik dengan masyarakat. Dewasa ini pengelolaan hutan menghadapi berkembangnya konflik baru dengan satwa seperti monyet, gajah dll sehingga perlu diadaptasikan lagi untuk mengatasi konflik tersebut dengan cara membangun hutan tanaman campuran menggunakan jenis tanaman penghasil pangan satwa untuk menyediakan pangan bagi mereka. Setiap kali terjadi perubahan2 kondisi dan tantangan pada lingkungan maka pengelolaan hutan dilakukan adaptasi berdasarkan hasil pembelajaran yang berkelanjutan dan inovasi agar sumber daya hutan dapat dialokasikan lebih efisien.