[Info Puskashut] Intervensi Dalam Implementasi Perhutanan Sosial

DARI REDAKSI

Hutan adalah suatu ekosistem yang mendukung kehidupan seluruh mahluk hidup di bumi sehingga dalam pengelolaannya baik oleh pemerintah, perusahaan swasta, maupun  rakyat/ masyarakat harus tetap mempertahankan kelestarian fungsi-fungsi ekosistemnya: (i)  sebagai penyedia barang dan jasa, (ii) sebagai pengatur keserasian proses-proses alami,  dan (iii) sebagai pendukung kegiatan kultural seperti wisata alam, pendidikan dan penelitian, atau kegiatan spiritual lainnya.

Pengelolaan hutan Indonesia sampai dengan tahun 2017 terjadi ketimpangan. Pemberian izin pengelolaan kawasan hutan kepada perusahaan swasta sebesar 95,76%, sedangkan kepada masyarakat hanya 4,14%, dan untuk kepentingan umum hanya 0,10% (Mohamad Shohibuddin, 2021). Terkait hal itu, program perhutanan sosial (PS) memberikan hak kepada rakyat/ masyarakat desa sekitar/di dalam kawasan hutan untuk ikut mengelola kawasan hutan. Dengan memberikan hak pengelolaan hutan kepada masyarakat lokal, maka PS sebagai program pemerintah untuk mengatasi konflik yang sering terjadi antara masyarakat sekitar hutan dengan kawasan hutan dan pemerintah. Selain itu diharapkan menjadi katalisator untuk pengembangan ekonomi masyarakat, dapat menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan melalui usaha hasil hutan, serta menciptakan sentra ekonomi lokal dan daerah.  

 

Pada tahun 2023 pengelolaan kawasan hutan PS seluas 6.371.773,42 Ha, terdiri dari 9.642 Izin PS untuk 1.287.710 Kepala Keluarga (KK) peserta program. Rata-rata per Izin PS memperoleh lahan hutan sekitar 661 Ha yang dikelola oleh 134 KK, serta rata-rata per KK mengelola sekitar 5 Ha lahan hutan. Selain itu, telah ditetapkan hutan adat seluas 250.971 Ha, dengan 131 Izin untuk peserta sebanyak 75.785 KK. Pada tahun 2023 sudah terbentuk 10.249 Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS), yang mencakup berbagai kelas seperti Blue, Silver, Gold, dan Platinum (KLHK, 2023).

INTERVENSI DALAM IMPLEMENTASI PERHUTANAN SOSIAL

 

Tahapan implementasi PS meliputi: (1) permohonan, (2) pendampingan, (3) pembiayaan, (4) pembinaan dan fasilitasi, (5) monitoring dan evaluasi. Pendampingan mencakup eksplorasi dan pemanfaatan potensi kawasan hutan PS (on-farm), eksplorasi potensi sumberdaya manusia peserta program PS untuk penguatan kelembagaan usaha dan perluasan pemasaran produk PS (off-farm), yang selanjutnya dievaluasi berdasarkan aspek ekonomi, sosial, dan ekologis. Implementasi PS diklasifikasi berdasarkan tingkat keberhasilan kelompok usaha perhutanan sosial (KUPS) dengan kelas Blue, Silver, Gold, dan Platinum. Dalam upaya percepatan implementasi PS, intervensi yang diperlukan untuk masing2 kelas implementasi tersebut berbeda-beda.

1. Blue : KUPS baru terbentuk dan kelembagaannya masih tahap awal.

   a. Langkah awal untuk mencapai kemandirian dan penguatan ekonomi rumah tangga peserta program PS adalah membangkitkan kesadaran (awareness) bahwa mereka memiliki potensi.

   b. Mengidentifikasi potensi sumberdaya manusia dan sumberdaya alam yang mereka miliki
(1) Potensi sumberdaya alam adalah potensi kawasan hutan PS yang dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan pemenuhan kebutuhan hidup dan untuk pengembangan usaha komersial, tanpa mengabaikan kelestarian hutannya. Potensi sumberdaya alam yang ada di desa/pemukiman setempat baik yang berasal dari sektor-sektor kehutanan, pertanian/perkebunan/peternakan/perikanan, industri, perdagangan, jasa wisata, transportasi dan lain-lain, semuanya merupakan peluang untuk memandirikan ekonomi rumah tangga dan memajukan KUPS.
(2)   Potensi sumberdaya manusia berupa pengetahuan tradisional dalam pengelolaan lahan, pengolahan paska panen hasil lahan, pengetahuan berorganisasi kemasyarakatan, penguasaan jaringan pemasaran hasil lahan, yang dapat berperan penting untuk mencapai kemandirian ekonomi.

  c. Membangun kesepahaman dan kebersamaan sebagai kekuatan untuk bangkit bersama-sama dengan membentuk kelompok sebagai kelembagaan usaha.

2. Silver : KUPS mendapatkan pendampingannya penguatan kelembagaan dan pengelolaan areal hutan PS.

  a. Membuka akses kepada sumberdaya hutan melaui pemberian Izin PS.

  b. Membuka akses kepada kemajuan teknologi:
(1)   Teknologi budidaya: penyediaan sarana produksi, dan mesin/alat olah tanah, dll
(2)   Teknologi pengolahan paska panen: penyediaan mesin/alat pengolahan hasil lahan, alat pengukur kualitas hasil lahan, (alat grading, alat pengering, alat ukur size, alat ukur kadar air, dll)

  c. Menemukan anggota KUPS yang berpotensi sebagai wiraswastawan / entrepreneur yaitu pionir dalam bisnis, inovator, penanggung risiko, mempunyai penglihatan ke depan, dan memiliki ciri-ciri keunggulan dalam prestasi di bidang usaha (Swasono S.E., 1976). Menurut Jhingan (1990), ciri utama pengusaha industri kecil tidak terletak pada kesukaannya berpetualang maupun motivasinya untuk menghasilkan laba, tetapi pada kemampuannya memimpin orang lain dalam usaha bersama dan kecenderungannya mengadakan penemuan baru atau berinovasi.

d. Memperbaharui kelembagaan sosial dan ekonomi yang telah ada menjadi KUPS.

e. Mempertemukan KUPS dengan Dinas Koperasi Kabupaten untuk membentuk Badan Usaha Koperasi, agar dapat (i) mengakses sumber modal ke bank, (ii) perluasan pasar hasil lahan dengan membuat kontrak dagang dengan mitra dagang (pedagang besar/eksportir), (iii) memperoleh pelatihan peningkatan kualitas hasil lahan guna memenuhi permintaan pasar dan guna memenuhi persyaratan sertifikasi hasil lahan.

3.Gold: KUPS berhasil dalam aspek kelembagaan, kawasan, dan usaha.
Pemerintah dapat memberikan insentif dalam bentuk penyediaan sarana prasarana fisik seperti irigasi, jalan, listrik, serta lembaga-lembaga pendanaan, pelatihan, dan pemasaran. Pembinaan dapat pula dilakukan melalui peraturan perundang-undangan yang jelas dan tegas melindungi golongan yang lemah, untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang atau eksploitasi yang kuat atas yang lemah.

4. Platinum: KUPS sudah menjadi badan usaha mandiri, sudah memiliki pasar yang stabil, baik di tingkat nasional maupun internasional

Leave a Reply