Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS) No 4616 di Gunung Rakutak Bandung Selatan yang merupakan kawasan hutan di hulu sungai Citarum, diterbitkan untuk 774 kepala keluarga (KK) pada desa-desa di Kecamatan Ibun dan Pacet Bandung Selatan seluas 1.087 ha pada tahun 2017. Dalam peninjauan kelapangan bulan Desember 2019 lokasi IPHPS tampak belum dikerjakan. Dalam wawancaraa dengan ketua kelompok tani pemegang IPHPS, banyak warga terkejut ketika mengetahui bahwa ada kewajiban dari 50% lahan IPHPS harus ditanami dengan tanaman berkayu. Tampaknya sosialisasi program lemah.

Maksud dan tujuan pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) No P.39 Tahun 2017 tentang Perhutanan Sosial diwilayah kerja Perum Perhutani (selanjutnya disebut P.39 Tahun 2017) adalah untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat disekitar hutan melalui penciptaan model pengelolaan hutan yang efektif dan lestari. Permen ini memberi Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS) kepada kelompok masyarakat untuk jangka waktu 35 tahun dan dapat diwariskan dengan persetujuan kelompok masyarakat tersebut.

Apakah P.39 Tahun 2017 (sudah) menyejahterakan masyarakat? Jawabannya tidak sederhana seperti permasalahannya yang kompleks. Kemiskinan masyarakat desa disekitar kawasan hutan merupakan masalah yang bersifat multidimensional. Artinya tidak dapat ditangani oleh satu sektor saja seperti kehutanan. Diperlukan peran serta sektor terkait dan para pelaku usaha.

Begitu banyak tantangan dan permasalahan yang dihadapi sebelum P.39 Tahun 2017 memberi kesejahteraan yang sesungguhnya kepada masyarakat. Namun demikian, kunci keberhasilan P.39 Tahun 2017 adalah implementasi kebijakan ditingkat tapak. Kegagalan implementasi kecuali mengakibatkan sasaran program tidak tercapai juga akan menciptakan masalah baru dilapangan.

Setidaknya ada dua masalah dalam implementasi kebijakan dilapangan :

1. Lemahnya pengendalian implementasi kebijakan dan program ditingkat tapak.
2. Terbatasnya tenaga pendamping yang berdampak pada kurangnya sosialisasi program dilapangan, lemahnya kapasitas kelembagaan dan kemampuan manajerial Lembaga pemegang izin PHPS.

Lemahnya pengendalian implementasi program tercermin dalam lemahnya verifikasi yang berakibat terjadinya penyimpangan dilapangan. Penyimpangan tersebut dapat berupa adanya kelompok masyarakat dari luar desa hutan masuk sebagai pemegang IPHPS dan lokasi PS tidak sesuai dengan kriteria. Dari seluas 14.056 ha IPHPS diwilayah kerja Perum Perhutani, kurang lebih 4.000 ha (28%) tidak sesuai dengan kriteria (Peran Perhutani Dalam Perhutanan Sosial, April 2018).
Untuk mengatasi hal ini Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) dapat diberdayakan untuk membantu Tim Verifikasi, dan memberikan kewenangan yang lebih luas kepada Perum Perhutani dalam pengajuan IHPS ke Menteri LHK, dalam monitoring dan evaluasi.

Terbatasnya tenaga pendamping disampaikan oleh Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK tanggal 3 April 2018 (bisnis,com-Jakarta). Oleh karena itu KLHK mengundang berbagai elemen masyarakat diluar penyuluhan kehutanan untuk menjadi pendamping masyarakat penerima akses kelola perhutanan sosial. Kurangnya tenaga pendamping berakibat pada terbatasnya sosialisasi program dan lemahnya pemberdayaan kelembagaan.

Sosialisasi program diperlukan agar masyarakat mengetahui hak dan kewajibannya, sedangkan lembaga yang kuat diperlukan baik untuk meningkatkan kemampuan manajerial kelompok masyarakat pemegang IPHPS maupun untuk meningkatkan kemampuan berbisnis termasuk mencari pasar dan memperoleh dana pengembangan usaha.

Pendanaan merupakan masalah krusial yang harus dipecahkan. Oleh karena itu kecuali kelembagaan yang kuat diperlukan komitmen pemerintah yang kuat mendorong lembaga keuangan mendukung lembaga masyarakat pemegang IPHPS.

Kondisi yang diinginkan adalah lembaga masyarakat sudah terbentuk dan siap sebelum IPHPS diberikan, Akan tetapi terbatasnya tenaga pendamping dapat menjadi kendala dalam memperkuat kelembagaan masyarakat pemegang IPHPS. Ini adalah jalan panjang P.39 Tahun 2017 menyejahterakan masyarakat.

Jakarta, November 2017.
Poedjo Rahardjo

Artikel: Implementasi Program di Tingkat Tapak, Kunci Keberhasilan Perhutanan Sosial P.39 Tahun 2017

Post navigation


Leave a Reply