Webinar: Urgensi Penilaian Ekonomi Keanekaragaman Hayati Guna Mengarusutamakan Pemanfaatan yang Lestari

Sebagai negara yang kaya keanekaragaman hayati (mega biodiversity country), Indonesia mempunyai luas wilayah 8,23 juta km2 terdiri dari 1,91 juta km2 daratan dan 6,32 juta km2 perairan, 81.000 km garis pantai, 28-50 tipe ekosistem, 1.128 suku bangsa, dan 1.158 bahasa. Keanekaragaman hayati flora, fauna dan ekosistemnya sebagian terbesar berada di kawasan hutan konservasi, dan sisanya di hutan lindung, hutan produksi, areal penggunaan lain dan perairan. 

Khususnya sebaran di kawasan hutan konservasi di Indonesia berada pada areal yang seluruhnya seluas 27 juta ha (554 unit) meliputi Cagar Alam 4,25 juta ha (214 unit), Suaka Margasatwa 4,98 juta ha (79 unit), Taman Nasional 16,23 juta ha (54 unit), Taman Wisata 0,83 juta ha (131 unit), Taman Hutan Raya 0,37 juta ha (34 unit), Taman Buru 0,17 juta ha (11 unit), tempat rekreasi lainnya 0,31 juta ha (289 unit).  Telah ada pengakuan internasional sebanyak 6 unit situs warisan dunia, 22 unit cagar biosphere, 7 unit situs Ramsar, 6 unit taman warisan ASEAN, dan 4 unit geopark global (Dirjen KSDAE, 2021). Beragam nilai keanekaragaman hayati yaitu nilai estetika dan rekreasi, nilai edukasi dan ilmiah, nilai intrinsik, nilai ekologis, nilai genetik, nilai sosial, budaya dan spiritual, serta nilai ekonomi.

Laporan Intergovernment Platform on Biodiversity and Ecosystem Services (IPBES) yang beranggotakan 94 negara (7 Mei 2019) didalam Forest Digest (2019), mengejutkan masyarakat dunia karena membahas ancaman utama kepunahan keanekaragaman hayati global. Populasi manusia yang berlipat ganda sejak tahun 1970 menjadi 7,6 miliar orang, dituding sebagai penyebab degradasi keanekaragaman hayati di bumi ini. Pasalnya teknologi terus berkembang, pertumbuhan ekonomi naik empat kali lipat dan perdagangan dunia juga naik empat kali lipat. Tak ayal lagi, kenaikan populasi manusia membuat bumi kian terancam akibat konversi hutan, tanah dan perairan menjadi pertanian, perikanan/tambak, infrastruktur dan pengembangan kota/desa. Laporan IPBES di atas memastikan kerusakan keanekaragaman
hayati dunia termasuk Indonesia semakin masif akibat fenomena dampak perubahan iklim.

Sehubungan dengan itu penilaian ekonomi keanekaragaman hayati sangatlah penting guna memberikan pemahaman yang seksama seberapa besar manfaat dan nilai ekonomi dari jasa keanekaragaman hayati utamanya flora, fauna dan ekosistemnya baik nilai pasar (market value) maupun nilai yang tidak dipasarkan (non marketable value). Ditinjau dari aspek ekonomi sumber daya alam, dapat diukur total nilai ekonomi keanekaragaman hayati meliputi nilai
guna (use value) terdiri dari nilai guna langsung (direct use value) dan nilai guna tidak langsung (indirect use value) serta nilai keberadaan (existence value) dan nilai pilihan (option value).

Urgensi pemahaman penilaian ekonomi keanekaragaman hayati ini untuk : (i). memahami manfaat ekonomi jasa lingkungan alam hayati dan ekosistemnya agar memberikan umpan balik keseriusan pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha dan masyarakat untuk pemanfaatan yang lestari; (ii). bahan pengambilan keputusan dalam penggunaan dan pemanfaatan kawasan hutan dengan memperhitungkan nilai jasa ekosistem dari keanekaragaman hayati; (iii). mengeksplorasi metoda yang tepat bagi keperluan analisis dan rekomendasi; (iv). masukan dalam menghitung pendapatan nasional dan/atau daerah (PDB/PDRB) agar memperhitungkan biaya restorasi/rehabilitasi akibat kerusakan keanekaragaman hayati dan jasa lingkungannya.

Selengkapnya klik link berikut

Leave a Reply