Kebijakan KHDPK diberlakukan untuk mengatasi permasalahan masyarakat di dalam kawasan hutan agar Perhutani dapat fokus pada bisnis utamanya. Perhutani mengelola hutan jati di Jawa seluas 2.484.623 ha, pada tahun 2022 kawasan hutan tersebut ditetapkan menjadi KHDPK yang dikelola oleh KLHK seluas 1.103.941 ha, sedangkan sisanya seluas 1.380.682 ha tetap dikelola oleh Perhutani. Saat ini hutan jati jawa menghasilkan 37 jenis HHBK dan 44 jenis kayu, namun hasil yang dominan adalah kayu jati dan kayu pinus, serta HHBK jagung, getah pinus dan minyak kayu putih. Memperhatikan perimbangan kepentingan konservasi, sosial, ekonomi dan ekologi, bisnis Perhutani difokuskan pada wisata alam, jasa lingkungan, energi biomassa, HHBK (getah pinus, MKP), dan kayu (jati, pinus). Untuk mendorong hutan tanaman jati, pinus, kayu putih dan hutan tanaman energi (HTE) menjadi bisnis utama Perhutani yang handal, diperlukan inovasi untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi, nilai tambah, dan kelestarian lingkungan. Diversifikasi Produk Pengusahaan Hutan Jati Meskipun sebagian hutan Perhutani dialihkan untuk KHDPK yang dikelola oleh KLHK namun Perhutani telah memilih bagian2 dari kawasan hutan sebagai andalan bisnisnya dan tetap dikelola oleh Perhutani. Luas hutan yang dikelola oleh Perhutani adalah 56% dari total luas sebelumnya, namun Perhutani telah memilih bagian2 kawasan yang produktif, menghasilkan produk2 andalan dengan proporsi tinggi dibandingkan hasil dari kawasan hutan yang dikelola oleh KHDPK. Produksi kayu 83%, getah pinus 83%, dan daun kayu putih 77% dari total produksi keseluruhan kawasan hutan Perhutani. Selain itu, Perhutani masih mempunyai amunisi yang potensial dari jati klon seperti di RPH Walikukun KPH Ngawi, sekitar Blora dan Cepu. Dengan jumlah tanaman 200 batang per hektar, arealnya sejak awal sudah bisa dimanfaatkan untuk tanaman pangan atau tanaman lain. Penelitian tanaman jati di kawasan Perhutani menerapkan teknik silvikultur intensif (silin), yaitu menggunaan benih bergenetik unggul (JPP), ditanam pada kondisi lingkungan yang optimal, menerapkan jarak tanam yang tepat, menggunakan jenis dan dosis pupuk yang cocok, penjarangan yang tepat, pruning yang baik, pengendalian gulma secara efektif, perlindungan dari gangguan hama, penyakit, penggembalaan, kebakaran, dan satwa liar (Na’iem, 2005). Tujuannya untuk memperoleh hutan tanaman yang produktif, kompetitif, efisien dan lestari. Hasilnya bahwa produktivitas tanaman jati meningkat 5 s/d 10 kali lipat, dari 2 s/d 4 m3/ha/thn pada teknik konvensional menjadi 20 m3/ha/thn pada metode silin (Na’iem, 2023). Pinus juga dapat dipanen getahnya, sehingga Perhutani masih memiliki asset yang sangat potensial. Temuan penelitian pinus di areal Perhutani bahwa batang pohon plus pinus tidak harus lurus asalkan getahnya banyak. Jenis pohon plus pinus dari Jember, Sumedang, dan Baturaden produksi getahnya tinggi. Peluang meningkatkan produktivitas pinus masih terbuka luas. Agar menghasilkan nilai tambah, getah pinus diolah menjadi rosin ester sebagai bahan baku pencampur cat. Perlu dipersiapkan pabriknya, produksinya, dan bahan bakunya. Klon unggul tanaman kayu putih di KPH Mojokerto mempunyai rendemen MKP 1,0% s/d 1,4%, kadar cineol MKP 62,7% s/d 81,6%. Hasil pemangkasan pertama klon unggul diperoleh biomasa 8 s/d 11 kg daun pada umur 1,5 tahun, dan pemangkasan kedua diperoleh 20 kg daun pada umur 2,5 tahun. Pada tanaman konvensional umur 4 tahun hanya diperoleh rerata biomassa 7,1 kg daun, rendemen MKP 0,75%, kadar cineol MKP 60%. Tidak perlu menunggu sampai 4 tahun, klon unggul ini sudah dapat dipungut daunnya dengan hasil luar biasa sehingga pengembangan kayu putih klon unggul sangatlah prospektif. Amanat UU No.30/2007 bahwa bauran energi nasional tahun 2025 sebesar 23% harus berasal dari sumber EBT. Untuk itu dilakukan co-firing biomassa pada PLTU existing milik PLN dengan pencampuran biomassa 3% s/d 25%, serta mendorong pengembangan PTLBm di wilayah terpencil, terluar, dan terdepan (Andriah, 2021). Ada 52 lokasi co-firing terdiri 114 unit PLTU yang membutuhkan energi biomassa 4,1 juta ton/thn, dan dilakukan penandatanganan MoU antara Perhutani, PTPN III, dan PLN untuk penyediaan biomassa bagi PLTU (Indroyono, 2021). Perlu kesiapan dari hulu sampai hilir, kesediaan feedstock, biomassa, dll untuk menjaga kontinuitasnya. Perhutani mempunyai 843 lokasi obyek wisata yang tersebar di Pulau Jawa dan Madura. Sebanyak 35 lokasi dikelola secara mandiri, dan 808 lokasi dikelola secara Kerjasama yang melibatkan LMDH. Dalam pengembangan wisata, Perhutani melakukan Ekstensifikasi Rebranding Wisaya Alam yang merupakan salah satu proyek strategis standarisasi dengan melakukan pengelolaan, digitalisasi, penambahan fasilitas, pengembangan produk serta product identity branding. Destinasi wisata tidak bisa berdiri sendiri sebab keberadaanya perlu didukung oleh ekosistem disekitarnya agar menjadi destinasi yang berkelanjutan. Berbagai inovasi untuk meningkatkan produktivitas lahan, efisiensi proses produksi, penciptaan nilai tambah, adalah peluang luas bagi Perhutani untuk mengembangkan bisnis utama yang profitable dan sustainable.
Info Puskashut: Diversifikasi Produk Pengusahaan Hutan Jati

Post navigation


Leave a Reply