Pergantian Kabinet dalam suatu Pemerintahan dapat membawa perubahan kelembagaan yang sangat besar. Ketika konteks kelembagaan berubah, diperkirakan strategi dan praktik tata kelola akan menyesuaikan diri karena lingkungan kelembagaan yang berbeda akan menimbulkan strategi tatakelola yang berbeda. Di dalam pengertian praktis, tatakelola atau governance dimaknai sebagai suatu proses pengambilan keputusan dan proses dimana keputusan itu dilaksanakan atau tidak dilaksanakan (United Nations E-Government, 2014). Keputusan yang dimaksud dalam hal ini berupa kebijakan publik, apakah kebijakan tersebut dilaksanakan dengan baik atau tidak, hal itu termasuk dalam lingkup pengertian tatakelola (governance). Tatakelola yang baik (good governance) didefinisikan sebagai sistem tatakelola yang mencakup tatacara. mekanisme, dan prosedur yang baik dalam menyelenggarakan kekuasaan politik, ekonomi, dan administratif berdasarkan prinsip2 dan ukuran akuntabilitas (dapat dipertanggungjawabkan), transparan, efisien, efektif, dan integritas (Pacific, 2000). Terdapat delapan indikator good governance yang meliputi: (i) berdasarkan hukum (rule of law); (ii) akuntabel; (iii) transparansi; (iv) inklusif dan berkeadilan; (v) partisipatif; (vi) pengambilan keputusan berdasarkan konsensus; (vii) responsif; serta (viii) efisien & efektif.
Institusi dapat mencakup undang-undang, regulasi, norma budaya, dan standar professional. Sedangkan organisasi adalah suatu kelompok manusia yang dapat dikenal yang menyumbangkan usahanya demi tercapainya suatu tujuan (G.R.Terry dalam Depdikbud, 1985), atau bentuk setiap kerjasama manusia untuk pencapaian tujuan bersama (James D.Money dalam Muljani, 1983). Secara sederhana, suatu social relation disebut sebagai sebuah kelembagaan apabila memiliki empat komponen yaitu (i) person/SDM yaitu orang2 yang terlibat di dalamnya, (ii) kepentingan/tujuan: orang2 saling berinteraksi secara horisontal atau vertikal karena ada tujuan/kepentingan, (iii) aturan yaitu seperangkat kesepakatan yang dipegang secara bersama, dan (iv) struktur: setiap orang memiliki posisi dan peran yang harus dijalankannya secara benar, orang2 tidak bisa merubah posisinya sesuai kemauan sendiri. Menurut North, institusi adalah aturan main (rules of the game) sedangkan organisasi adalah pemainnya (the players).
Dalam Kabinet Baru, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dipecah menjadi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan, yaitu kembali lagi seperti sebelum kedua Kementerian tersebut digabung selama periode kabinet 10 tahun terakhir. Struktur Organisasi Kementerian Kehutanan Tahun 2024-2029 adalah sebagaimana dalam gambar.
Organisasi dan Program Pembangunan Kehutanan Kabinet Merah Putih
Institusi atau aturan main berupa Program Prioritas Kementerian Kehutanan Kabinet Merah Putih Tahun 2024-2029 adalah sebagai berikut.
- Digitalisasi layanan, meliputi (a) Digitalisasi seluruh layanan kementerian kehutanan, yang saat ini telah terdapat 31 layanan perizinan di kementerian kehutanan, (b) Digitalisasi pembayaran non-tunai, (cashless payment & e-ticketing) pada penerapan tarif baru wisata (PP 36 Th.2024) di 57 kawasan TN, 134 TWA dan 85 SM untuk meningkatkan PNBP (PNBP “tiket sobek” 2023 sebesar 140 miliar rupiah).
Dalam Rantek RPJMN 2025–2029 bahwa pembangunan bidang pelayanan publik berfokus pada transformasi dan digitalisasi pelayanan publik untuk mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas dan inklusif, didukung dengan pengembangan talenta digital antara lain melalui rekrutmen SDM bertalenta digital.
- Penguasaan hutan yang berkeadilan, meliputi (a) Penyelesaian kasus sawit illegal: bekerjasama dengan Kejagung dan BPKP membentuk satuan tugas percepatan penyelesaian kasus sawit illegal di kawasan hutan (denda administratif yang adil dan atau penyitaan), (b) Penertiban/Pencabutan Izin Pemanfaatan Kawasan Hutan: terdapat 601 unit PBPH seluas 30,1 juta hektar, diantaranya 575 unit izin PBPH yang diterbitkan oleh Menteri Kehutanan seluas 29,9 juta hektar ada 83 unit tidak aktif seluas +3,1 juta hektar sehingga berpotensi untuk dicabut, (c) Audit dan pemberlakuan sanksi PB-PSWA: terdapat 104 perusahan pemegang PB-PSWA di HK seluas 5.245,49 hektar, hanya membayar 52 miliar rupiah untuk jangka waktu 35-55 tahun, akan diberlakukan sanksi administrasi hingga pencabutan izin pada pemegang PB-PSWA.
- Hutan sebagai sumber swasembada pangan, meliputi: (a) Penyediaan lahan untuk food estate (besar: 1,6 juta hektar, sedang: masing2 100.000 hektar, kecil: masing2 10.000 – 20.000 hektar), (b) Perhutanan sosial untuk mendukung makan bergizi gratis: (i) meningkatkan luas PS dari 12,7 juta ha saat ini menjadi 15 juta ha sesuai PIAPS, (ii) dibentuk IAD di 8,2 juta lahan sudah didistribusikan kepada rakyat menjadi salah satu rantai pasok program makan bergizi gratis (Benchmarking IAD di Kab. Lumajang dengan luas lahan 940 hektar).
Dalam Rantek RPJMN 2025–2029 bahwa, sasaran pembangunan ketahanan energi, air, dan kemandirian pangan menggunakan pendekatan terpadu Food, Energy, and Water (FEW) Nexus, meliputi (i) merupakan salah satu fondasi penting dalam mendorong terwujudnya kemandirian pangan di Indonesia, (ii) peningkatan ketersediaan energi (availability), peningkatan aksesibilitas energi (accesibility), perluasan keterjangkauan energi (affordability), dan peningkatan tingkat penerimaan energi (acceptability), serta (iii) mewujudkan pemantapan fondasi ketahanan sumber daya air pada tingkat wilayah Sungai.
Dalam Rantek RPJMN 2025–2029 bahwa percepatan transisi energi dilaksanakan diantaranya melalui perluasan mandatori biofuel dan perluasan pemanfaatan cofiring PLTU menuju ketahanan energi dengan pembangkit listrik energi terbarukan.
- Menjaga hutan Indonesia sebagai paru-paru dunia, meliputi: (a) Rehabilitasi lahan kritis: dengan menggandeng komunitas, swasta, dan kelompok masyarakat untuk mempercepat rehabilitasi 12,7 juta hektar lahan kritis melalui skema karbon dan PS dengan kemampuan RHL menjadi minimal 250.000 hektar/tahun. (b) Menjaga kekayaan biodiversity: (i) kerjasama dengan universitas dan lembaga riset untuk mengidentifikasi ulang kekayaan keanekaragaman hayati yang bisa dimanfaatkan sebagai bioprospecting (keperluan medis), (ii) meningkatkan devisa ekspor melalui pemberantasan illegal trade dan membuat tracing online perdagangan satwa, (iii) audit terhadap unit penangkaran TSL, unit peredaran TSL, quota TSL, dan lembaga konservasi untuk memaksimalkan PNBP, (c) Antisipasi ancaman kebakaran hutan.
Dalam Rantek RPJMN 2025–2029 bahwa:
(a) Rehabilitasi hutan dan lahan untuk meningkatkan tutupan hutan di DAS dan meningkatkan kondisi ekosistem lahan basah juga ditujukan untuk memantapkan fondasi ketahanan sumber daya air pada tingkat wilayah sungai.
(b) Kebijakan penguatan ekonomi hijau diantaranya dilaksanakan melalui Pengelolaan Hutan Lestari yang antara lain diarahkan pada kegiatan (i) peningkatan produktivitas hutan untuk meningkatkan kontribusi ekonomi sektor kehutanan secara berkelanjutan, (ii) penguatan prakondisi pengelolaan hutan lestari untuk mewujudkan kepastian kawasan hutan dengan kejelasan status dan pengakuan hukum, serta (iii) pengembangan produk bioekonomi melalui agroforestri untuk memperoleh produk-produk inovatif berbasis kehutanan
- Indonesia Satu Peta (One Map Policy): bekerjasama dengan BIG dan Kementerian ATR/BPN untuk membuat kebijakan satu peta tunggal Indonesia (one map policy),
Dokumen Rantek RPJMN 2025–2029 diharapkan dapat menjadi acuan dalam penyusunan perencanaan pembangunan bagi Kementerian/Lembaga (Suharso Monoarfa, 2024). Untuk melaksanakan tatakelola yang baik (good governance), lima Program Prioritas Kementerian Kehutanan tersebut, perlu didukung dengan pembentukan organisasi baru dengan desain yang tepat, sesuai tujuan yang akan dicapai, dan SDM dengan talenta yang sesuai. Hal ini terutama untuk lingkup tugas baru dimana pada struktur organisasi sebelumnya tidak ada,sebagai berikut.
Organisasi Eselon 2 Digitalisasi Pelayanan Publik
Organisasi Eselon 2 Kemandirian Pangan dari Hutan
Organisasi Eselon 2 Ketahanan Air dari Hutan
Organisasi Eselon 2 Ketahanan Energi dari Hutan
Organisasi Eselon 2 Menjaga Kekayaan Biodiversity
Organisasi Eselon 2 Peningkatan Produktivitas Hutan
Transformasi tata kelola diperlukan untuk merespon adanya perubahan lingkungan strategis, terutama terkait dengan revolusi teknologi informasi dan komunikasi, serta meningkatnya tuntutan dan kesadaran masyarakat.