Kebijakan Kawasan Hutan dengan Penugasan Khusus (KHDPK) berdasarkan SK MenLHK No. SK 287 Tahun 2022 merupakan mandat dari UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan turunannya PP No. 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan, terkait pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan pada areal kerja Perum Perhutani di Jawa. Pemerintah menekankan bahwa kebijakan KHDPK merupakan suatu upaya memperbaiki tata kelola kawasan hutan Jawa sekaligus dalam upaya memperbaiki performa bisnis Perum Perhutani. Penetapan KHDPK meliputi luas areal sekitar 1,1 juta Ha (49 %) dari luas kawasan hutan negara yang selama ini dikelola Perum Perhutani berdasarkan PP No. 72 Tahun 2010. Areal tersebut termasuk yang tidak dilimpahkan pengelolaannya kepada Perum Perhutani dan berada pada kawasan Hutan Produksi dan Hutan Lindung di Provinsi Jateng, Jatim, Jabar dan Banten. Peruntukannya diarahkan bagi kepentingan perhutanan sosial, penataan kawasan hutan, penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi hutan, perlindungan hutan, dan jasa lingkungan.

Selama ini Perum Perhutani terbebani oleh berbagai konflik sosial di areal kerjanya. Dari sebanyak 25.863 desa di sekitar kawasan hutan Jawa, 36,7 % berkategori miskin. Angka kemiskinan di P.Jawa sebanyak 14 juta orang (52% total penduduk miskin di Indonesia. (BPS, 2021 dalam Supriyanto, B., 2022). Dengan kata lain pengelolaan hutan di Jawa selama ini dinilai kurang berhasil mengurangi angka kemiskinan secara signifikan. Disamping itu konflik tenurial akibat tekanan penduduk terhadap kawasan hutan yang dikelola Perum Perhutani tersebut tidak mudah diselesaikan. Kepadatan penduduk di pulau Jawa tahun 1971 sebesar 576 orang/km2, dan tahun 2020 meningkat 1.181 orang /km2. Jumlah penduduk di Jawa sebesar 151 juta jiwa atau 56% dari penduduk Indonesia. Kondisi ini menstimulir tekanan penduduk terhadap kawasan hutan yang ada, akibat semakin menyusutnya lahan pertanian. Padahal luas tutupan hutan di Jawa juga terus berkurang yaitu tahun 2000 sekitar 2,2 juta hektar, dan tahun 2009 tersisa hanya 0,8 juta hektar. Kondisi tutupan hutan di P. Jawa yang terus menurun ini menimbulkan ancaman krisis air bersih pada musim kemarau dan bencana banjir/longsor pada musim penghujan.

Skema perhutanan sosial di Jawa yang selama ini ada yaitu IPHPS (Ijin Pengelolaan Hutan Perhutanan Sosial) dan KULIN KK (Perlindungan Kemitraan Kehutanan), dinilai belum maksimal memberikan nilai tambah hutan Jawa dalam aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Dengan kebijakan KHDPK tersebut dimaksudkan untuk menarik masalah urusan Perhutani menjadi urusan pemerintah Pusat, sehingga Perhutani dapat lebih fokus menggarap bisnis kehutanan agar mampu memberikan dividen kepada negara secara optimal. (forestdigest.com). Seberapa jauh hal tersebut akan dapat diimplementasikan di lapangan.

 

Selengkapnya klik link berikut.

FGD: Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Pada Areal Kerja Perum Perhutani di Jawa Paska Kebijakan KHDPK

Post navigation


Leave a Reply